Oleh: Mohammad Ridwan Saidi
Bondowoso
adalah salah satu daerah yang berada di sebelah timur pulau Jawa. Daerah yang
memiliki pemerintahan kabupaten ini, diapit oleh kabupaten Jember dan kabupaten
Situbondo. Bondowoso yang mungkin hampir terlupakan ini juga dikenal dengan
wilayah Tapal Kuda, yang sekarang menjadi nama kawasan di Provinsi Jawa Timur.
Dinamakan tapal Kuda Karena bentuk kawasan tersebut di dalam peta mirip dengan
bentuk Tapal Kuda. Adapun kawasan Tapal Kuda tersebut meliputi Lumajang,
Probolinggo, Bondowoso, Jember, Situbondo, Pasuruan (bagian timur), dan
Banyuwangi.
Daerah yang dikepalai oleh bupati Drs. H. Amin Said Husni ini menyimpan banyak peristiwa sejarah, salah satunya adalah peristiwa “Gerbong Maut”. Peristiwa Gerbong Maut terjadi pada saat kolonial Belanda masih berada di Indonesia –sekitar 70 tahun silam– tepatnya pada tanggal 23 November 1947. Kala itu, meski Indonesia sudah merdeka, Belanda tetap tak mau hengkang dari Nusantara.
Daerah yang dikepalai oleh bupati Drs. H. Amin Said Husni ini menyimpan banyak peristiwa sejarah, salah satunya adalah peristiwa “Gerbong Maut”. Peristiwa Gerbong Maut terjadi pada saat kolonial Belanda masih berada di Indonesia –sekitar 70 tahun silam– tepatnya pada tanggal 23 November 1947. Kala itu, meski Indonesia sudah merdeka, Belanda tetap tak mau hengkang dari Nusantara.
Sebelum
peristiwa itu terjadi, Belanda melakukan penangkapan besar-besaran terhadap
Tentara Republik Indonesia (TRI), laskar, gerakan, bawah tanah, dan orang-orang
tanpa menghiraukan mereka berperan atau tidak dalam perjuangan. Hal ini
mengakibatkan Penjara Bondowoso penuh sesak dan tak mampu lagi menampung para
tahanan. Belanda pun memindahkan sekitar 100 orang tahanan yang dianggapnya
memiliki pelanggaran berat, dari Penjara Bondowoso ke Penjara Surabaya.
Pemindahan
tahanan dilakukan dengan menggunakan kereta api. Setiap 1 gerbong diisi sekitar
30 orang. Gerbong pertama yaitu GR5769 dan Gerbong kedua GR4416 masih memiliki
lubang ventilasi udara meskipun sangat kecil, namun gerbong ketiga yaitu
GR10152 –meskipun baru dibuat– tidak memiliki fentilasi sama sekali.
Gerbong-gerbong tersebut terbuat dari kayu dan baja. Belanda sangat menutup
rapat gerbong-gerbong kereta. Hal itu dikarenakan sedang marak geriliyawan RI,
apabila ada orang-orang yang ketahuan membawa para pejuang RI yang sedang
melakukan revolusi, pasti langsung dihabisi.
Selama
perjalanan dari Bondowoso ke Surabaya yang memakan waktu 16 jam, ketiga gerbong
kereta hanya dibuka sesekali, itupun hanya sebentar. Para tahanan juga tidak
diberi makan dan minum selama perjalanan. Para pejuang yang ditahan terus
berusaha meminta makanan dan minuman kepada kolonial Belanda dengan
menggedor-gedor dinding gerbong, namun kolonial Belanda tetap tidak memenuhi
permintaan tersebut, karena yang tersedia hanya peluru dan tidak akan ada yang
diberikan sampai kereta api mencapai Surabaya.[1]
Oleh
karenanya, mengakibatkan para tahanan sesampai di Surabaya hanya 12 orang yang
tidak terluka akibat kekurangan oksigen dan terkena panas, namun kondisinya
sangat lemas dan lunglai. Semua orang di gerbong pertama masih hidup meskipun
ada yang sakit parah. Di gerbong kedua ada 8 orang tewas. Dan di gerbong
terakhir tidak ada satupun yang bertahan. Total yang meninggal sebanyak 46
pejuang.[2]
Para
tahanan yang selamat pun disuruh paksa mengangkut mereka yang meninggal. Mereka
harus berhati-hati karena bisa saja kulit tahanan terkelupas akibat kepanasan
dan terpanggang dalam gerbong tersebut. Semenjak itu Bondowoso dikenal dengan
kisah Gebong Maut, tujuannya untuk mengingatkan kekejaman Belanda pada Indonesia,
serta menyadarkan kepada seluruh pemuda Indonesia untuk selalu menghargai dan
mengenang jasa para pahlawan kita.
Kereta
api Gerbong Maut pun disimpan di Museum Brawijaya yang berada di Jalan Ijen
No.25 Malang, Jawa Timur. Sedangkan di pusat kabupaten Bondowoso dibuat replika
sebuah monument, yang diberi nama Monumen Gerbong Maut.
0 Comments:
Posting Komentar